MINHAJUL HAQ.... TEMPAT AKU BERJUANG MEMBINA GENERASI MASA DEPAN BERAKHLAQUL KARIMAH

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Tuesday 13 December 2011

jangan katakan Ah aku males

hai sobat-sobatku yang semoga selalu dalam lindungan Allah ta'ala aamiin,
begini sob,,,, aku sering banget nih denger kata-kata yang seharusnya tak pantas untuk dilontarkan dari lisan kita. diantaranya adalah saat seseorang meminta tolong kepada kita kemudian secara tidak pikir panjang kata "ah aku males" meluncur dari lisan kita, sungguh sebuah kata yang sebenarnya akan membekas pada seseorang yang meminta tolong kepada kita yaitu bahwa kita adalah seorang PEMALAS & TAK BERAKHLAK. Rasa sakitpun mungkin ia rasakan dalam hatinya.
sebagai sobat muslim yang berakhlak mulia kama harus saling mengasihi satu sama lain sebagaimana dalam hadist:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً . الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَكْذِبُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ . التَّقْوَى هَهُنَا –وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ – بِحَسَبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ

[رواه مسلم]

Artinya :
Dari Abu Hurairah ra. dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Janganlah kalian saling dengki, saling menipu, saling marah dan saling memutuskan hubungan. Dan janganlah kalian menjual sesuatu yang telah dijual kepada orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, (dia) tidak menzaliminya dan mengabaikannya, tidak mendustakannya dan tidak menghinanya. Taqwa itu disini (seraya menunjuk dadanya sebanyak tiga kali). Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain; haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.
(Hadits Riwayat Muslim).
bila memang kita tidak mampu tuk menolongnya maka gunakanlah kata-kata yang sopan lembut dam berakhlak seperti mengawali dengan kata "maaf".

SUNGGUH ISLAM ITU INDAH
 

by:a.yani

Friday 9 December 2011

MA'HAD ALY IMAM SYAFI'I (arabic language & Islamic science education)

PENDAFTARAN
  • Langsung ke MAIS dengan membawa berkas-berkas pendaftaran yang telah ditentukan (jam kerja : 07.00 – 14.00 WIB)
  • Mengirimkan berkas pendaftaran via pos disertai dengan bukti pembayaran biaya pendaftaran mahasiswa baru (BMI Cab. Purwokerto an. Yayasan Perguruan Imam Syafi’i No. Rek : 541 000 1515) ke alamat MAIS: Jl. Sumbawa No.70 Cilacap Jawa Tengah 53224.

WAKTU PENDAFTARAN
Penerimaan mahasiswa baru untuk tahun akademik 2011/2012 M insya Allah dilaksanakan pada :
  • Pendaftaran : 27 Juni – 21 Juli 2011
  • Ujian Seleksi : 23-24 Juli 2011
  • Pengumuman Hasil Seleksi : 25 Juli 2011
  • Registrasi Mahasiswa Baru : 27-28 Juli 2011
  • Orientasi Mahasiswa Baru : 30 Juli - 3 Agustus 2011
  • Awal Perkuliahan : 6 Agustus 2011

PERSYARATAN PENDAFTARAN
  • Pria, maksimal 23 tahun per 6 Agustus 2011
  • Membayar biaya pendaftaran Rp. 150.000
  • Foto copy ijazah SMA/ sederajat 2 lembar
  • Salinan akta kelahiran 1 lembar
  • Surat Keterangan Catatan kepolisian (SKCK) yang masih berlaku
  • Keterangan/rekomendasi dari seorang ulama/ da’i/ lembaga da’wah yang dikenal
  • Pas foto terbaru ukuran 4 x 6 sebanyak 2 lembar
  • Surat keterangan sehat dari dokter
  • Foto copy KTP yang masih berlaku sebanyak 1 lembar
  • Surat izin belajar dari orang tua/ wali
  • Siap menjalankan pengabdian selama 1 tahun setelah lulus kuliah

SELAYANG PANDANG
Berawal dari kepedulian akan arti pentingnya pendidikan Islam bagi sebuah umat, maka dirasa perlu untuk menyelenggarakan sebuah institusi pendidikan yang secara khusus mendidik dan membina generasi muda Islam guna diarahkan menjadi pribadi-pribadi muslim yang utuh, memiliki bekl ilmu, keterampilan dan kecakapan yang memadai sebagai seorang pendidik dan pengajar muslim di tengah-tengah masyarakat. Tujuan inilah yang melatarbelakangi berdirinya Ma'had Ali Imam Syafi'i (MAIS). Lebih satu dasa warsa MAIS berkiprah dalam mendidik, membina dan melahirkan generasi muda berkepribadian Isla. Berdiri pada bulan Muharram 1416/ Juni 1995 di kota Cilacap Jawa Tengah. MAIS dengan dukungan fasilitas serta tenaga pendidik dan kependidikan yang memadai, memberikan suasana yang kondusif untuk kegiatan belajar dan mengajar.

VISI DAN MISI

Visi:
  • Menjadi lembaga pendidikan tinggi Islam terkemuka, maju dan terdepan dalam meninggikan kalimat tauhid, mengajak kepada Islam berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah, dan membangun masyarakat menuju kejayaan umat.

Misi:
  • Mendidik, membina serta membekali generasi muda muslim dengan ilmu dan kecakapan yang memadai guna men jadi manusia yang berkepribadian dan berakhlak mulia, sekaligus sebagai seorang pendidik Islam dan sarjana muslim yang berkualitas.
  • Menyiapkan sarjana yang berkualitas, memiliki keluasan dan kedalaman ilmu-ilmu Islam, mampu mendidik, membina serta membangun masyarakat menuju kejayaan umat.
  • Menyelenggarakan pendidikan yang bermutu melalui satu desain kurikulum terintegrasi pendidikan tinggi Islam, sebagai salah satu solusi dan jawaban dari problematika yang dihadapi umat dewasa ini.
  • Menyelenggarakan penelitian-penelitian ilmiah serta pengembangan keilmuan Islam dan usaha-usaha layanan kepada umat melaluin satu tema kegiatan akademis, sosial kemasyarakatan maupun melalui penyebaran informasi Islam yang mendidik serta membangun.

TARGET PENDIDIKAN
  • Menguasai berbagai disiplin ilmu terutama aqidah dan syari’ah.
  • Terampil berbahasa Arab secara aktif (lisan dan tulisan), serta penguasaan dasar-dasar berbahasa asing lainnya.
  • Mampu menelaah referensi-referensi penting berbahasa Arab, terutama buku-buku induk dalam bidang aqidah, tafsir, hadits, nahwu dll.
  • Menguasai dasar kependidikan dan pengajaran Islam, serta keterampilan pembelajaran.
  • Menguasai dasar-dasar mengoperasikan teknologi informasi sebagai bekal pendukung dalam pengembangan keilmuan dan media penyebaran informasi Islam.

PROGRAM STUDI

Program studi yang diadakan di MAIS adalah:
  • Prodi Dirosat Islamiyah
    (Beban perkuliahan setingkat S1 dengan masa kuliah selama 3 tahun ditambah dengan 1 tahun masa pengabdian).
  • Program studi yang akan dibuka adalah: Prodi KMI/Kulliyatul Muallimin (pendidikan calon pengajar), Prodi Diploma Bahasa Arab/I'dad Lighowi, serta Program Studi Tahfizhul Qur'an.

PENGEMBANGAN KAMPUS
Guna meningkatkan mutu pendidikan dan kualitas lulusannya, MAIS terus berbenah diri dari tahun ke tahun yang meliputi: perluasan lahan dan penambahan gedung perkuliahan, penyempurnaan kurikulum, peningkatan mutu tenaga pendidik dan kependidikan, serta penambahan sarana dan fasilitas pendukung lainnya.
Menempati luas lahan 4.325 m2, MAIS saat ini dalam persiapan untuk mengembangkan diri menjadi sebuah sekolah tinggi Islam untuk menghasilkan sarjana-sarjana yang berkompeten di bidangnya.

TENAGA KEPENDIDIKAN
MAIS sebagai lembaga pendidikan tinggi dalam proses belajar dan mengajarnya didukung oleh tenaga pendidik dan kependidikan lulusan dari universitas dalam dan luar negeri seperti Universitas Muhammad Ibn Su’ud Saudi Arabia, LIPIA Jakarta, Universitas Al-Azhar Mesir dll.

FASILITAS KAMPUS

Fasilitas MAIS meliputi:
  • Masjid dengan kapasitas daya tampung lebih dari 700 jama’ah.
  • Gedung Perkuliahan.
  • Gedung asrama, lengkap dengan almari dan tempat tidur.
  • Perpustakaan Islam (terlengkap di kota Cilacap).
  • Laboratorium Komputer.
  • Sarana olah raga.
  • Ruang makan, lengkap dengan meja dan bangku.

UNIT KEGIATAN MAHASISWA

Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) meliputi :
  • Dauroh syari’ah (kuliah pendek).
  • Kajian ilmiah.
  • Muhadhoroh ‘ammah (kuliah umum).
  • Lomba ilmiah mahasiswa.
  • Pelatihan dakwah lapangan.
  • TPQ dan masjid binaan.
  • Pelatihan manajemen.
  • Unit olah raga.

KEMUDAHAN BELAJAR
  • Bebas uang gedung.
  • SPP (Infaq pendidikan dan konsumsi) Rp. 250.000/bulan.
  • Biaya Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Rp. 50.000 /tahun.
  • Biaya asrama meliputi:
    • Biaya kesehatan Rp. 50.000 /tahun.
    • Biaya perlengkapan asrama Rp. 200.000 (satu kali selama kuliah).
  • Training mahasiswa baru (tanpa biaya).
  • Beasiswa (diatur menurut ketentuan).

ALUMNI
Sebagian besar alumni MAIS berkiprah dalam dunia pendidikan Islam dengan mengelola atau menjadi pengajar di pesantren maupun sekolah-sekolah Islam, melanjutkan jenjang pendidikannya di berbagai perguruan tinggi baik di dalam maupun luar negeri. Sebagian lainnya belajar langsung dengan ulama-ulama terkemuka di Timur Tengah.

MATA KULIAH DIROSAT ISLAMIYAH

Mata kuliah program studi Dirosat Islamiyah meliputi:

1. Hafalan Al-Qur'an
2. Tauhid
3. Fiqih
4. Hadist
5. Tafsir
6. Ushul Tafsir
7. Ushul Da’wah
8. Ushul Fiqih & Qawa'id Fiqhiyah
9. Mustholahul Hadits
10. Takhrijul Hadits
11. Faroidh
12. Siroh Nabawiyah
13. Ulumul Qur'an
14. Nahwu
15. Shorof
16. Qiro’ah
17. Tadribat
18. Ta’bir
19. Imla wa Khoth
20. Adab
21. Balaghoh
22. Ulumut Tarbiyah
23. Komputer
24. Bahasa Inggris

Thursday 8 December 2011

SEBERAPA BANYAK KITA MENGINGAT KEMATIAN?

Kekayaan dan  kesuksesan kadang membuat sebagian orang lupa bahwa dia tidak akan selamanya hidup di dunia. Hingga tidak sedikit dari mereka yang hidupnya diisi oleh hal-hal yang tidak bermanfaat. Sebagian orang itu tidak mampu menyadari bahwa setiap detik yang ia lewati sebenarnya sangat berharga, karena waktu yang telah lewat tidak akan pernah bisa kembali lagi. Nantinya, yang ada hanyalah penyesalan apabila sebagian besar waktu kita hidup didunia ini, kita isi dengan hal-hal yang tidak berguna atau hal-hal yang tidak membawa kemaslahatan bagi dunia-akhirat kita.
Ketika seorang manusia melalaikan waktu hidupnya di dunia dengan hal-hal yang tidak berguna dan bahkan berbuat dosa, pada hakekatnya ia sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan. Karena tidak ada satu detik pun waktu terlewat melainkan ajal kian mendekat. 
Allah SWT mengingatkan itu dalam surah Al-Anbiya ayat 1, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).”
Allah SWT berfirman dalam surah Ibrahim ayat 44, “Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang zalim: ‘Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul….”
Coba tanyakan pada diri kita dengan jujur, seberapa banyak kita mengingat kematian dalam hidup kita? Hanya kita sendiri yang bisa menjawabnya. Jika kenyatannya kita masih sangat sedikit dalam mengingat kematian di tengah kesibukan dan semua urusan duniawi kita, maka segeralah ubah hal tersebut, karena kita tidak pernah tahu, kapan kematian mendatangi kita. Apa kita mau disaat kita dalam keadaan lalai, kematian datang menjemput?  
Karena mengingat mati akan membuat kita seakan punya rem dari berbuat dosa. hingga di mana saja dan kapan saja kita akan senantiasa akan selalu terarahkan untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk dunia dan akhirat kita.
Mengingat kematian juga merupakan satu cara yang sangat efektif untuk dapat menaklukan dan mengendalikan hawa nafsu kita. Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini : “Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu kematian!” (HR. Tirmidzi)
Ibnu Umar ra. berkata, “Aku datang menemui Nabi SAW. bersama sepuluh orang, lalu salah seorang dari kaum Anshar bertanya, ‘Siapakah orang yang paling cerdas dan paling mulia, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, “Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah orang-orang cerdas. Mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kemuliaan akhirat’.  (HR Ibnu Majah)

Ziarah kubur juga termasuk hal yang dapat mengingatkan kita pada akhirat (termasuk di dalamnya kematian, sebagai pintu menuju akhirat), sebagaimana sabda Nabi SAW :  Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, namun sekarang berziarahlah, karena hal itu akan menjadikan sikap hati-hati di dunia dan akan dapat mengingatkan pada akhirat.(HR Ahmad)
Sesungguhnya dahulu aku melarang kalian menziarahi kuburan, tetapi sekarang Muhammad telah memperoleh ijin untuk menziarahi kuburan ibunya, karena itu berziarahlah kalian; sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan akhirat. (HR Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan an-Nasa’i, lafazh hadits ini menurut riwayat Tirmidzi)
Manfaat mengingat kematian adalah:  
  1. Membuat hati condong pada akhirat hingga berbuah ketaatan
  2. Mendorong kita untuk bersiap-siap menghadapi kematian sebelum datangnya.
  3. Memendekkan angan-angan untuk lama tinggal di dunia yang fana ini, kerana panjang angan-angan merupakan sebab paling besar lahirnya kelalaian.
  4. Menjauhkan diri dari cinta dunia, dan qana’ah dengan yang sedikit, serta ridha dengan pembagian rezeki yang ditentukan Allah
  5. Meringankan seorang hamba dalam menghadapi ujian dunia, dengan menyadari bahwa hidup didunia ini hanya sementara, dan akhiratlah tempat kembali nanti, jadi segala macam kesulitan didunia ini, hanya sementara.
  6. Mencegah kerakusan dan ketamakan terhadap nikmat duniawi.
  7. Sebagai pendorong untuk bertaubat dan melakukan perbaikan terhadap kesalahan dan dosa dimasa lalu.
  8. Melembutkan hati, dan memberi semangat untuk mendalami agama dan menghapuskan keinginan hawa nafsu.
  9. Membuahkan sikap rendah hati (tawadhu�), tidak sombong, dan tidak berlaku zalim.
  10. Mendorong sikap toleransi, mema�afkan dan menerima kesalahan dan kelemahan orang lain.
 Beberapa hal yang dapat  membuat kita mengingat kematian :    
  1. Ziarah kubur. Nabi SAW bersabda, " Sesungguhnya dahulu aku melarang kalian menziarahi kuburan, tetapi sekarang Muhammad telah memperoleh ijin untuk menziarahi kuburan ibunya, karena itu berziarahlah kalian; sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan akhirat. (HR Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan an-Nasa’i, lafazh hadits ini menurut riwayat Tirmidzi)
  2. Melihat mayat ketika dimandikan.
  3. Menyaksikan orang-orang yang tengah sekarat dan menuntun mereka dengan kalimat syahadat.
  4. Mengiringi jenazah, menshalatinya, serta ikut ke pemakaman, saat jenazah dimakamkan
  5. Membaca Al-Qur�an, terutama ayat-ayat yang mengingatkan akan kematian dan sakratul maut
  6. Uban dan Penyakit, kedua hal ini merupakan peringatan untuk kita.
  7. Fenomena alam yang dijadikan Allah SAW seperti gempa, gunung meletus, banjir, badai dan sebagainya. Semua untuk mengingatkan para hamba akan kematian
Semoga Allah SWT menutup akhir hayat kita dengan Husnul Khatimah dan menerima semua amal shalih kita. Ya Allah yang Maha Menghidupkan dan yang Maha Mematikan, akhirilah hidup (wafatkanlah) kami dalam keadaan husnul khâtimah. Dan kami berlindung kepada-Mu dari keadaan sûul khâtimah, amin.



 http://jalandakwahbersama.wordpress.com

Monday 28 November 2011

Kisah Nyata seorang istri yang shalihah


Usia istri Yaqin masih sangat muda, sekitar 19 tahun. Sedangkan usia Yaqin waktu itu sekitar 23 tahun. Tetapi mereka sudah berkomitmen untuk menikah.
Istrinya Yaqin cantik, putih, murah senyum dan tutur katanya halus. Tetapi kecantikannya tertutup sangat rapi. Dia juga hafal Al-Qur’an di usia yang relatif sangat muda , Subhanallah…
Sejak awal menikah, ketika memasuki bulan kedelapan di usia pernikahan mereka, istrinya sering muntah-muntah dan pusing silih berganti… Awalnya mereka mengira “morning sickness” karena waktu itu istrinya hamil muda.
Akan tetapi, selama hamil bahkan setelah melahirkanpun istrinya masih sering pusing dan muntah-muntah. Ternyata itu akibat dari penyakit ginjal yang dideritanya. 
Satu bulan terakhir ini, ternyata penyakit yang diderita istrinya semakin parah..
Yaqin bilang, kalau istrinya harus menjalani rawat inap akibat sakit yang dideritanya. Dia juga menyampaikan bahwa kondisi istrinya semakin kurus, bahkan berat badannya hanya 27 KG. Karena harus cuci darah setiap 2 hari sekali dengan biaya jutaan rupiah untuk sekali cuci darah.
Namun Yaqin tak peduli berapapun biayanya, yang terpenting istrinya bisa sembuh.
Pertengahan bulan Ramadhan, mereka masih di rumah sakit. Karena, selain penyakit ginjal, istrinya juga mengidap kolesterol. Setelah kolesterolnya diobati, Alhamdulillah sembuh. Namun, penyakit lain muncul yaitu jantung. Diobati lagi, sembuh… Ternyata ada masalah dengan paru-parunya. Diobati lagi, Alhamdulillah sembuh.
***
Suatu ketika , Istrinya sempat merasakan ada yang aneh dengan matanya. “Bi, ada apa dengan pandangan Ummi?? Ummi tidak dapat melihat dengan jelas.” Mereka memang saling memanggil dengan “Ummy” dan ” Abi” . sebagai panggilan mesra. “kenapa Mi ?” Yaqin agak panik “Semua terlihat kabur.” Dalam waktu yang hampir bersamaan, darah tinggi juga menghampiri dirinya… Subhanallah, sungguh dia sangat sabar walau banyak penyakit dideritanya…
Selang beberapa hari, Alhamdulillah istri Yaqin sudah membaik dan diperbolehkan pulang.
Memasuki akhir Ramadhan, tiba-tiba saja istrinya merasakan sakit yang luar biasa di bagian perutnya, sangat sakiiit. Sampai-sampai dia tidak kuat lagi untuk melangkah dan hanya tergeletak di paving depan rumahnya.
***
“Bi, tolong antarkan Ummi ke rumah sakit ya..” pintanya sambil memegang perutnya…
Yaqin mengeluh karena ada tugas kantor yang harus diserahkan esok harinya sesuai deadline. Akhirnya Yaqin mengalah. Tidak tega rasanya melihat penderitaan yang dialami istrinya selama ini.
Sampai di rumah sakit, ternyata dokter mengharuskan untuk rawat inap lagi. Tanpa pikir panjang Yaqin langsung mengiyakan permintaan dokter.
“Bi, Ummi ingin sekali baca Al-Qur’an, tapi penglihatan Ummi masih kabur. Ummi takut hafalan Ummi hilang.”
“Orang sakit itu berat penderitaannya Bi. Disamping menahan sakit, dia juga akan selalu digoda oleh syaitan. Syaitan akan berusaha sekuat tenaga agar orang yang sakit melupakan Allah. Makanya Ummi ingin sekali baca Al-Qur’an agar selalu ingat Allah.
Yaqin menginstal ayat-ayat Al-Qur’an ke dalam sebuah handphone. Dia terharu melihat istrinya senang dan bisa mengulang hafalannya lagi, bahkan sampai tertidur. Dan itu dilakukan setiap hari.
“Bi, tadi malam Ummi mimpi. Ummi duduk disebuah telaga, lalu ada yang memberi Ummi minum. Rasanya enaaak sekali, dan tak pernah Ummi rasakan minuman seenak itu. Sampai sekarangpun, nikmatnya minuman itu masih Ummi rasakan”
“Itu tandanya Ummi akan segera sembuh.” Yaqin menghibur dirinya sendiri, karena terus terang dia sangat takut kehilangan istri yang sangat dicintainya itu.
Yaqin mencoba menghibur istrinya. “Mi… Ummi mau tak belikan baju baru ya?? Mau tak belikan dua atau tiga?? Buat dipakai lebaran.”
“Nggak usah, Bi. Ummi nggak ikut lebaran kok” jawabnya singkat. Yaqin mengira istrinya marah karena sudah hampir lebaran kok baru nawarin baju sekarang.
“Mi, maaf. Bukannya Abi nggak mau belikan baju. Tapi Ummi tahu sendiri kan, dari kemarin-kemarin Abi sibuk merawat Ummi.”
“Ummi nggak marah kok, Bi. Cuma Ummi nggak ikut lebaran. Nggak apa-apa kok Bi.”
”Oh iya Mi, Abi beli obat untuk Ummi dulu ya…??” Setelah cukup lama dalam antrian yang lumayan panjang, tiba-tiba dia ingin menjenguk istrinya yang terbaring sendirian. Langsung dia menuju ruangan istrinya tanpa menghiraukan obat yang sudah dibelinya.
***
Tapi betapa terkejutnya dia ketika kembali . Banyak perawat dan dokter yang mengelilingi istrinya.
“Ada apa dengan istriku??.” tanyanya setengah membentak. “Ini pak, infusnya tidak bisa masuk meskipun sudah saya coba berkali-kali.” jawab perawat yang mengurusnya.
Akhirnya, tidak ada cara lain selain memasukkan infus lewat salah satu kakinya. Alat bantu pernafasanpun langsung dipasang di mulutnya. 
Setelah perawat-perawat itu pergi, Yaqin melihat air mata mengalir dari mata istrinya yang terbaring lemah tak berdaya, tanpa terdengar satu patah katapun dari bibirnya.
“Bi, kalau Ummi meninggal, apa Abi akan mendoakan Ummi?” “Pasti Mi… Pasti Abi mendoakan yang terbaik untuk Ummi.” Hatinya seakan berkecamuk. “Doanya yang banyak ya Bi” “Pasti Ummi” “Jaga dan rawat anak kita dengan baik.”
Tiba-tiba tubuh istrinya mulai lemah, semakin lama semakin lemah. Yaqin membisikkan sesuatu di telinganya, membimbing istrinya menyebut nama Allah. Lalu dia lihat kaki istrinya bergerak lemah, lalu berhenti. Lalu perut istrinya bergerak, lalu berhenti. Kemudian dadanya bergerak, lalu berhenti. Lehernya bergerak, lalu berhenti. Kemudian matanya…. Dia peluk tubuh istrinya, dia mencoba untuk tetap tegar. Tapi beberapa menit kemudian air matanya tak mampu ia bendung lagi…
Setelah itu, Yaqin langsung menyerahkan semua urusan jenazah istrinya ke perawat. Karena dia sibuk mengurus administrasi dan ambulan. Waktu itu dia hanya sendiri, kedua orang tuanya pulang karena sudah beberapa hari meninggalkan cucunya di rumah. Setelah semuanya selesai, dia kembali ke kamar menemui perawat yang mengurus jenazah istrinya.
“Pak, ini jenazah baik.” kata perawat itu. Dengan penasaran dia balik bertanya. “Dari mana ibu tahu???” “Tadi kami semua bingung siapa yang memakai minyak wangi di ruangan ini?? Setelah kami cari-cari ternyata bau wangi itu berasal dari jenazah istri bapak ini.” “Subhanalloh…”
Tahukah sahabatku,… Apa yang dialami oleh istri Yaqin saat itu? Tahukah sahabatku, dengan siapa ia berhadapan? Kejadian ini mengingatkan pada suatu hadits
“Sesungguhnya bila seorang yang beriman hendak meninggal dunia dan memasuki kehidupan akhirat, ia didatangi oleh segerombol malaikat dari langit. Wajah mereka putih bercahaya bak matahari. Mereka membawa kain kafan dan wewangian dari surga. Selanjutnya mereka akan duduk sejauh mata memandang dari orang tersebut. Pada saat itulah Malaikat Maut ‘alaihissalam menghampirinya dan duduk didekat kepalanya. Setibanya Malaikat Maut, ia segera berkata: “Wahai jiwa yang baik, bergegas keluarlah dari ragamu menuju kepada ampunan dan keridhaan Allah”. Segera ruh orang mukmin itu keluar dengan begitu mudah dengan mengalir bagaikan air yang mengalir dari mulut guci. Begitu ruhnya telah keluar, segera Malaikat maut menyambutnya. Dan bila ruhnya telah berada di tangan Malaikat Maut, para malaikat yang telah terlebih dahulu duduk sejauh mata memandang tidak membiarkanya sekejap pun berada di tangan Malaikat Maut. Para malaikat segera mengambil ruh orang mukmin itu dan membungkusnya dengan kain kafan dan wewangian yang telah mereka bawa dari surga. Dari wewangian ini akan tercium semerbak bau harum, bagaikan bau minyak misik yang paling harum yang belum pernah ada di dunia. Selanjutnya para malaikat akan membawa ruhnya itu naik ke langit. Tidaklah para malaikat itu melintasi segerombolan malaikat lainnya, melainkan mereka akan bertanya: “Ruh siapakah ini, begitu harum.” Malaikat pembawa ruh itupun menjawab: Ini adalah arwah Fulan bin Fulan (disebut dengan namanya yang terbaik yang dahulu semasa hidup di dunia ia pernah dipanggil dengannya). (HR Imam Ahmad, dan Ibnu Majah).
***
“Sungguh sangat singkat kebersamaan kami di dunia ini , akan tetapi sangat banyak bekal yang dia bawa pulang. Biarlah dia bahagia di sana” Air matapun tak terasa mengalir deras dari pipi Yaqin.
Subhanallah.
sumber: kafemuslimah

Wednesday 23 November 2011

apakah menyentuh wanita membatalkan wudhu?

Tanya :
Apakah menyentuh wanita membatalkan wudhu ?

Jawab :
Pendapat yang shahih adalah bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara mutlak, kecuali telah keluar sesuatu darinya (kentut-penj). Dalilnya adalah hadits shahih tentang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mencium sebagian isteri-isterinya namun beliau langsung keluar melakukan shalat tanpa berwudhu lagi. Sebab, asal hukumnya adalah tidak batal hingga ada dalil yang jelas dan shahih yang membatalkannya. Juga, disebabkan seseorang yang berwudhu telah menyempurnakan kesuciannya berdasarkan dalil syar'i sedangkan sesuatu yang telah diperkuat/mantap dengan dalil syar'i tidak mungkin dibuang/ditolak kecuali dengan dalil syar'i pula. Jika ada yang mengatakan (dalil kami adalah –penj) firman Allah Ta'ala : "atau kamu telah menyentuh perempuan" (Q.,s. an-Nisa' : 43/al-Maidah:6). Maka jawabnya : bahwa yang dimaksud dengan (menyentuh) dalam ayat tersebut adalah jima' (bersetubuh dengan isteri) sebagaimana riwayat yang shahih dari (penafsirnya) Ibnu 'Abbas . ( al-Fatâwa al-Jâmi'ah lil Mar-ah al-Muslimah, Amin bin Yahya al-Wazzan (ed), penerbit Dar al-Qâsim, Riyadh, I/36)

Tuesday 22 November 2011

Hal-hal yang mewajibkan mandi

Tanya :
Kami ingin mengetahui juga apa saja hal-hal yang mewajibkan seseorang mandi, dan bagaimana cara mandi yang benar?
Jawab :
Cara mandi wajib ada dua macam:
1. Cara wajib, yakni dengan meratakan air ke seluruh tubuh ter-masuk berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung kemudian mengeluarkannya lagi). Jika air telah merata ke seluruh tubuhnya dengan cara bagaimanapun juga, dengan begitu, hadats besar yang terdapat pada tubuhnya telah hilang.
2. Cara sempurna, yakni mandi dengan mengikuti contoh mandi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Jika beliau mandi jinabat, beliau mencuci kedua telapak tangan-nya terlebih dahulu, mencuci kemaluannya dan mencuci bekas kotoran dari jinabah, kemudian berwudhu secara sempurna, sebagaimana telah diterangkan dalam bab wudhu, membasuh kepalanya dengan air 3 kali siraman, kemudian membasuh sisa anggota tubuh yang belum tersiram.
Adapun hal-hal yang mewajibkan seseorang mandi adalah:
1. Keluar mani disertai syahwat, baik dalam keadaan sadar atau dalam mimpi. Akan tetapi mimpi keluar mani dalam tidur, sudah pasti menyebabkan seseorang wajib mandi, sekalipun tidak disertai syahwat. Karena orang yang tidur kadang bermimpi tetapi bisa saja tidak merasa. Sudah pasti bagi yang keluar mani disertai syahwat, dalam keadaan bagaimanapun juga ia wajib mandi. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
إِنَّمَا الْمَاءُ مِنَ الْمَاءِ.
"Air itu dikarenakan air." (HR.Muslim), Maksudnya, mandi itu diwajibkan karena keluar air mani.
2. Jima' (bersetubuh). Jika seorang suami menyetubuhi istrinya, maka ia wajib mandi. Seseorang dikatakan berjima', jika ia memasukkan pucuk dzakarnya ke dalam farji istrinya. Manakala pucuk dzakarnya telah masuk farji istrinya ia diwajibkan mandi, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا اْلأَرْبَعِ ثُمَّ جَهَدَهَا، فَقَدَ وَجَبَ الْغُسْلُ وَإِنْ لَمْ يَنْزِلْ.
"Jika seorang laki-laki (suami) duduk di antara empat cabang (kedua kaki dan kedua tangan) istrinya, kemudian menyetubuhinya maka sung-guh ia telah diwajibkan mandi, sekalipun tidak mengeluarkan mani." (HR.Bukhari dan Muslim)
Sungguh, betapa banyaknya orang yang tidak mengetahui hukum jima' dengan tidak mengeluarkan mani seperti ini.
Di antara mereka ada yang sudah berminggu-minggu atau bah-kan berbulan-bulan tidak mandi jinabat, padahal ia bersetubuh dengan istrinya tanpa mengeluarkan mani.
Sebagai seorang muslim wajib mengetahui permasalahan di atas dan mengetahui batas-batas yang diperintahkan Rasul-Nya. Misalnya, jika seorang suami bersetubuh dengan istrinya sekalipun tidak keluar mani, ia tetap wajib mandi begitu pula istrinya.
3. Keluar darah haidh dan nifas. Seorang wanita jika telah suci dari haidhnya, ia diwajibkan mandi, sebagaimana firman Allah Ta'ala:
"Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu." (Al-Baqarah: 222).
Demikian juga wanita yang selesai nifas, diwajibkan mandi.
Dan berdasarkan perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada seorang wanita mus-tahadhah, apabila telah sesuai dengan hari berhenti haidhnya hendak-nya ia mandi. (Lihat, hadits Bukhari dan Muslim, kitab al-Haidh)
Cara mandi wanita haidh dan wanita nifas sama dengan cara mandi wanita jinabah. Hanya saja menurut sebagian ulama, bagi wanita haidh disunnahkan (mustahab) untuk mandi dengan air yang dicampur daun bidara karena dapat lebih membersihkan kotoran (bau darah).
4. Mati. Menurut sebagian ulama di antara yang mewajibkan mandi adalah mati, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada wanita-wanita yang sedang memandikan jenazah putri beliau:
اِغْسِلْنَهَا ثَلاَثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ سَبْعًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ إِنْ رَأَيْتُنَّ ذَلِكَ.
"Mandikanlah ia tiga kali, lima kali, tujuh kali ataupun lebih dari itu, jika memang baik menurut pendapat-pendapatmu." (HR.Bukhari dan Muslim)
Dan sebagaimana sabda Nabi n berkenaan dengan seorang laki-laki yang terlontar dari untanya sehingga menyebabkan dia mening-gal dunia:
إِغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفًّنُوْهُ فِيْ ثَوْبَيْنِ.
"Mandikanlah ia dengan air yang dicampur daun bidara, dan kafanilah dengan dua lembar kain." (HR.Bukhari dan Muslim)
Dari nash-nash hadits di atas para ulama berkata: Jenazah itu wajib dimandikan, namun kewajiban ini berlaku bagi orang yang masih hidup, dan merekalah yang menjadi sasaran perintah dalam memandikan jenazah, karena orang mati sudah terputus beban taklifnya.

sumber: www.alsofwah.or.id

Sunday 20 November 2011

bangun tuk mencari cinta

Embun pagi telah mengering
Pancaran mentari membuat dedaunan menguning
Mataku tertegun menatap langit
Melepas hati yang terbelit

Kini ku bisa tersenyum
Melihat dunia penuh rasa kagum
Setelah kian lama hatiku menangis
Akan cinta yang  terkikis

Kini ku bisa gembira
Manjalani hidup bebas
Setelah jiwaku berduka
Merintih dan tersiksa

Aku bersyukur
Api cinta tak membuatku hancur
Kini ku ingin hidup kembali
dan mencari cinta baru tuk menemani hatiku.

Lima Dosa Besar Penyebab Bencana

Shahabat Ibnu ’Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menghadap ke arah kami dan bersabda:

" يا معشر المهاجرين خصال خمس إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ : لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلَّا فَشَا فِيهِمْ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ الَّذِينَ مَضَوْا. َلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلَّا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ .وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنْ السَّمَاءِ وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا .وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ إِلَّا سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ .وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ".
”Wahai sekalian kaum Muhajirin, ada lima hal yang jika kalian terjatuh ke dalamnya –dan aku berlindung kepada Allah supaya kalian tidak menjumpainya- (1)Tidaklah nampak zina di suatu kaum, sehingga dilakukan secara terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya, (2)Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa paceklik, susahnya penghidupan dan kezaliman penguasa atas mereka. (3) Tidaklah mereka menahan zakat (tidak membayarnya) kecuali hujan dari langit akan ditahan dari mereka (hujan tidak turun), dan sekiranya bukan karena hewan-hewan, niscaya manusia tidak akan diberi hujan. (4)Tidaklah mereka melanggar perjanjian mereka dengan Allah dan Rasul-Nya, kecuali Allah akan menjadikan musuh mereka (dari kalangan selain mereka; orang kafir) berkuasa atas mereka, lalu musuh tersebut mengambil sebagian apa yang mereka miliki(5) Dan selama pemimpin-pemimpin mereka (kaum muslimin) tidak berhukum dengan Kitabullah (al-Qur’an) dan mengambil yang terbaik dari apa-apa yang diturunkan oleh Allah (syariat Islam), melainkan Allah akan menjadikan permusuhan di antara mereka.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim dengan sanad shahih)."
Derajat Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah (2/1332 no 4019), Abu Nu’aim (8/333), al-Hakim (no. 8623) dan Dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam ash-Shahihah no. 106)
Penjelasan Hadits
Hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang mulia ini disebutkan oleh al-Hafizh al-Munziri rahimahullah dalam kitabnya at-Targhib wa at-Tarhib dalam bab Peringatan dari Mengurangi Takaran dan Timbangan.
Sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam:

يا معشر المهاجرين خمس خصال إذا ابتليتم بهن وأعوذ بالله أن تدركوهن)
Maksudnya ada lima sifat atau perbuatan yang jika kalian terjatuh ke dalamnya, niscaya akan datang azab dan siksaan dari sisi Allah di dunia disebabkan kelima perbuatan tersebut. Kelima hal ini wajib bagi setiap orang untuk menjauhinya. Dan wajib bagi mereka untuk mencermati dan merenungi hadits ini dan hadits-hadits yang lain dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, supaya mereka mengetahui penyakit-penyakit yang ada di ummat ini, supaya mereka tahu kenapa kaum Muslimin sekarang terhina di hadapan orang kafir, kenapa orang kafir bisa menghinakan kaum Muslimin di berbagai tempat?
Maka sebenarnya kesalahannya ada pada diri diri kita sendiri, diri kaum Muslimin sendiri, perhatikan firman Allah Subhanahu wa Ta'alaini:

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَنْ كَثِيرٍ [الشورى:30].
”Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”(QS. Asy-Syuraa: 30)
Jadi karena perbuatan yang dilakukan oleh kedua tangan manusia, Allah Subhanahu wa Ta'ala menimpakan musibah kepada mereka, baik yang dirasakan di dunia maupun di akhirat.
Zina Tersebar dan Dilakukan Secara Terang-Terangan
Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

(لم تظهر الفاحشة في قوم قط حتى يعلنوا بها إلا فشا فيهم الطاعون والأوجاع التي لم تكن قد مضت في أسلافهم الذين مضوا)
”Tidaklah nampak zina di suatu kaum, sehingga dilakukan secara terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya.”
Bencana dan musibah ini menimpa manusia, maka jika mereka melakukan kemaksiatan ini maka akan datang musibah yang lain di belakang itu, yaitu musibah-musibah dan penyakit. Musibah ini adalah perbuatan keji (yaitu zina), apabila ia telah nampak di tengah-tengah manusia dan tersebar, maka mereka pantas mendapatkan wabah penyakit yang belum pernah terbesit dalam pikiran mereka dan sama sekali belum pernah mereka lihat sebelumnya.
Maka mereka tidak malu lagi untuk berbuat kemaksiatan, mereka tidak peduli kalau aktivitas haram mereka dilihat orang, dan bahkan sebagian mereka bangga kalau telah melakukan hal tersebut. Kita lihat seorang laki-laki berjalan bersama wanita yang bukan mahramnya, di jalan-jalan, di pantai, mal-mal dan lain-lain. Mereka melakukan apa saja yang mereka suka dari berbagai macam perbuatan maksiat tanpa ada rasa bersalah, dan tidak ada satu pun yang mengingkari dan mencegah perbuatan mereka. Bahkan yang sangat disayangkan pemerintah di sebagian negeri-negeri Islam mendorong dan membuat undang-undang yang membolehkan zina.
Mereka melarang para pemuda untuk menikah dini, mereka memberikan persepsi yang buruk bagi pernikahan dini. Seolah-olah masalah rumah tangga yang ada adalah disebabkan oleh nikah dini, padahal kalau kita lihat orang-orang yang nikah di usia “matang” pun banyak yang mengalami permasalahan rumah tangga. Mereka lebih menganjurkan pacaran walaupun dalam waktu yang lama dari pada menikah. Padahal hal itu adalah salah satu sarana menuju perzinaan, dan juga penyebab tersebarnya penyakit kelamin yang menular. Dan penyakit-penyakit tersebut adalah bentukl teguran Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.
Dan hendaknya kita pun ikut andil dalam mencegah dan menanggulangi tersebarnya perzinaan dan sarana-sarananya, karena musibah-musibah yang ditimbulkan dari perbuatan zina juga bisa menimpa orang yang tidak melakukannya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً [الأنفال:25]
”Dan takutlah kalilan pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja diantara kalian.”(QS. Al-Anfaal: 25)
Maka musibah tidak hanya menimpa pelaku-pelaku zina itu saja, namun ia akan menimpa semuanya, baik pelaku maupun bukan. Wallahu Musta’an.
Mengurangi Takaran dan Timbangan
Sabda beliau shallallohu 'alaihi wasallam:

(ولم ينقص المكيال والميزان إلا أخذوا بالسنين، وشدة المؤنة، وجور السلطان)
”Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa paceklik, susahnya penghidupan dan kezaliman penguasa atas mereka.
Maksudnya adalah mereka ditimpa kekeringan dan paceklik, yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala menahan hujan dari mereka (Dia tidak menurunkan hujan untuk mereka), dan jika bumi menumbuhkan tumbuh-tumbuhan maka Allah akan mengirimkan musibah kepada mereka berupa serangga, ulat dan hama penyakit lain yang merusak tanaman. Dan jika tanaman itu berbuah maka buahnya tidak ada rasa manis dan segar. Betapa banyak petani yang melakukan kecurangan mendapati buah-buahannya tidak memiliki rasa.
Dan disebutkan di dalamnya hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata:

لما قدم النبي صلى الله عليه وسلم المدينة كانوا من أخبث الناس كيلاً
”Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang ke Madinah, mereka (penduduk Madinah) adalah termasuk orang yang paling curang dalam takaran.”
Maksudnya, penduduk Madinah dan kaum Anshar radhiyallahu 'anhum sebelum datangnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ke Madinah, dahulu mereka sudah terbiasa dengan bertansaksi dalam jual beli. Dan mereka adalah manusia yang paling curang dalam takaran, atau termasuk di antara manusia yang paling curang dalam takaran. Yakni, mereka curang dalam masalah takaran dan timbangan, dan mereka menguranginya dalam masalah itu. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tiba di Madinah, Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan beberapa ayat al-Qur’an. Dan di antara ayat yang turun adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَيْلُُ لِلْمُطَفِّفِينَ {1} الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ {2} وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ {3}
”Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS. Al-Muthaffifin: 1-3)
Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun membacakannya di hadapan mereka. Maka setelah itu mereka (penduduk Madinah dan kaum Anshar) menjadi orang yang paling baik/bagus dalam masalah timbangan dan takaran. Ini adalah makna hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam Shahihnya, dan al-Baihaqi rahimahumullah dalam Syu’abul Iman dan yang lainnya. Dan hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah)
Jadi karena kecurangan mereka terhadap sesamanya, maka Allah menghukum mereka dengan adanya kekeringan dan paceklik, kehidupan yang susah, kebutuhan yang semakin bertambah, harga barang-barang yang semakin naik dan ditambah lagi dengan kezahaliman penguasa terhadap mereka. Oleh sebab itu kalau kita ingin lepas dari berbagai macam musibah di atas maka kuncinya adalah kejujuran ketika menakar dan menimbang dan berlaku adil dalam berjual beli.
Enggan Membayar Zakat
Sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam[ r]
وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنْ السَّمَاءِ وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا
”Tidaklah mereka menahan zakat (tidak membayarnya) kecuali hujan dari langit akan ditahan dari mereka (hujan tidak turun), dan sekiranya bukan karena hewan-hewan, niscaya manusia tidak akan diberi hujan.”
Jika manusia menahan zakat mereka, tidak mau menunaikannya, dan membuat siasat (tipu muslihat) supaya bisa lepas dari kewajiban zakat, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menahan dan tidak menurunkan hujan kepada mereka. Seandainya tidak karena keberadaan binatang-binatang niscya Allah tidak akan menurunkan hujan kepada manusia, karena manusia tidak berhak mendapatkan hujan tersebut. Ini tentunya sesuai dengan sebuah kaidah bahwasanya balasan itu sesuai dengan jenis perbuatannya.
Melanggar Perjanjian
وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ إِلَّا سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ
” Tidaklah mereka melanggar perjanjian mereka dengan Allah dan Rasul-Nya, kecuali Allah akan menjadikan musuh mereka (dari kalangan selain mereka; orang kafir) berkuasa atas mereka, lalu musuh tersebut mengambil sebagian apa yang mereka miliki."
Akibat Berhukum Dengan Selain Al-Qur’an dan As-Sunnah
Sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam

وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ
”Dan selama pemimpin-pemimpin mereka (kaum muslimin) tidak berhukum dengan Kitabullah (al-Qur’an) dan mengambil yang terbaik dari apa-apa yang diturunkan oleh Allah (syariat Islam), melainkan Allah akan menjadikan permusuhan di antara mereka.”
Maksudnya, jika mereka tidak berhukum dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mengambil kebaikan dari Kitab Allah dan Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam maka Allah akan menjadikan permusuhan di antara mereka. Maka jikalau mereka meninggalkan al-Qur’an dan as-Sunnah, sehingga mereka berhukum dengan selain yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka Allah akan menjadikan sebagian mereka musuh bagi sebagian yang lain, karena urusan mereka semata-mata hanyalah seputar dunia. Lalu Allah cabut kebaikan dari hati-hati mereka, dan akhirnya datanglah siksa dari Rabb semesta Alam.
(Sumber: disadur dan diterjemahkan dengan tambahan dari makalah dengan judul شرح الترغيب والترهيب - الترهيب من بخس الكيل والميزان di http://audio.islamweb.net/audio/index.php?page=FullContent&audioid=184713#top. Diposting oleh Abu Yusuf Sujono)

Thursday 17 November 2011

BID'AH

           Saudaraku yang semoga kita selalu mendapatkan taufik Allah, seringkali kita mendengar kata bid’ah, baik dalam ceramah maupun dalam untaian hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, tidak sedikit di antara kita belum memahami dengan jelas apa yang dimaksud dengan bid’ah sehingga seringkali salah memahami hal ini. Bahkan perkara yang sebenarnya bukan bid’ah kadang dinyatakan bid’ah atau sebaliknya. Tulisan ini -insya Allah- akan sedikit membahas permasalahan bid’ah dengan tujuan agar kaum muslimin bisa lebih mengenalnya sehingga dapat mengetahui hakikat sebenarnya. Sekaligus pula tulisan ini akan sedikit menjawab berbagai kerancuan tentang bid’ah yang timbul beberapa saat yang lalu di website kita tercinta ini. Sengaja kami membagi tulisan ini menjadi empat bagian. Kami harapkan pembaca dapat membaca tulisan ini secara sempurna agar tidak muncul keraguan dan salah paham. Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

AGAMA ISLAM TELAH SEMPURNA

         Saudaraku, perlu kita ketahui bersama bahwa berdasarkan kesepakatan kaum muslimin, agama Islam ini telah sempurna sehingga tidak perlu adanya penambahan atau pengurangan dari ajaran Islam yang telah ada.

Marilah kita renungkan hal ini pada firman Allah Ta’ala,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al Ma’idah [5] : 3)

             Seorang ahli tafsir terkemuka –Ibnu Katsir rahimahullah- berkata tentang ayat ini, “Inilah  nikmat Allah ‘azza wa jalla yang tebesar bagi umat ini di mana Allah telah menyempurnakan agama mereka, sehingga  mereka pun tidak lagi membutuhkan agama lain selain agama ini, juga tidak membutuhkan nabi lain selain nabi mereka Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Allah menjadikan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup para nabi, dan mengutusnya kepada kalangan jin dan manusia. Maka perkara yang halal adalah yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam halalkan dan perkara yang haram adalah yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam haramkan.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, pada tafsir surat Al Ma’idah ayat 3).

SYARAT DITERIMANYA AMAL

            Saudaraku –yang semoga dirahmati Allah-, seseorang yang hendak beramal hendaklah mengetahui bahwa amalannya bisa diterima oleh Allah jika memenuhi dua syarat diterimanya amal. Kedua syarat ini telah disebutkan sekaligus dalam sebuah ayat:

 فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan Rabbnya dengan sesuatu pun.” (QS. Al Kahfi [18] : 110)

              Ibnu Katsir mengatakan mengenai ayat ini, “Inilah dua rukun diterimanya amal yaitu [1] ikhlas kepada Allah dan [2] mencocoki ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)

              Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hadits ini adalah hadits yang sangat agung mengenai pokok Islam. Hadits ini merupakan timbangan amalan zhohir (lahir). Sebagaimana hadits innamal a’malu bin niyat [sesungguhnya amal tergantung dari niatnya] merupakan timbangan amalan batin. Apabila suatu amalan diniatkan bukan untuk mengharap wajah Allah, pelakunya tidak akan mendapatkan ganjaran. Begitu pula setiap amalan yang bukan ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka amalan tersebut tertolak. Segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama yang tidak ada izin dari Allah dan Rasul-Nya, maka perkara tersebut bukanlah agama sama sekali.” (Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 77, Darul Hadits Al Qohiroh)

            Beliau rahimahullah juga mengatakan, “Secara tekstual (mantuq), hadits ini menunjukkan bahwa setiap amal yang tidak ada tuntunan dari syari’at maka amalan tersebut tertolak. Secara inplisit (mafhum), hadits ini menunjukkan bahwa setiap amal yang ada tuntunan dari syari’at maka amalan tersebut tidak tertolak. …Jika suatu amalan keluar dari koriodor syari’at, maka amalan tersebut tertolak.
Dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘yang bukan ajaran kami’ mengisyaratkan bahwa setiap amal yang dilakukan hendaknya berada dalam koridor syari’at. Oleh karena itu, syari’atlah yang nantinya menjadi hakim bagi setiap amalan apakah amalan tersebut diperintahkan atau dilarang. Jadi, apabila seseorang melakukan suatu amalan yang masih berada dalam koridor syari’at dan mencocokinya, amalan tersebutlah yang diterima. Sebaliknya, apabila seseorang melakukan suatu amalan keluar dari ketentuan syari’at, maka amalan tersebut tertolak. (Jami’ul Ulum wal Hikam,  hal. 77-78)

            Jadi, ingatlah wahai saudaraku. Sebuah amalan dapat diterima jika memenuhi dua syarat ini yaitu harus ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika salah satu dari dua syarat ini tidak ada, maka amalan tersebut tertolak.

PENGERTIAN BID’AH

[Definisi Secara Bahasa]
Bid’ah secara bahasa berarti membuat sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. (Lihat Al Mu’jam Al Wasith, 1/91, Majma’ Al Lugoh Al ‘Arobiyah-Asy Syamilah)
Hal ini sebagaimana dapat dilihat dalam firman Allah Ta’ala:

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ

“Allah Pencipta langit dan bumi.” (QS. Al Baqarah [2] : 117, Al An’am [6] : 101), maksudnya adalah mencipta (membuat) tanpa ada contoh sebelumnya.
Juga firman-Nya:

قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ

“Katakanlah: ‘Aku bukanlah yang membuat bid’ah di antara rasul-rasul’.” (QS. Al Ahqaf [46] : 9) , maksudnya aku bukanlah Rasul pertama yang diutus ke dunia ini. (Lihat Lisanul ‘Arob, 8/6, Barnamej Al Muhadits Al Majaniy-Asy Syamilah)

[Definisi Secara Istilah]
Definisi bid’ah secara istilah yang paling bagus adalah definisi yang dikemukakan oleh Al Imam Asy Syatibi dalam Al I’tishom. Beliau mengatakan bahwa bid’ah adalah:

عِبَارَةٌ عَنْ طَرِيْقَةٍ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا المُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُدِ للهِ سُبْحَانَهُ

"Suatu istilah untuk suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalil, pen) yang menyerupai syari’at (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika menempuhnya adalah untuk 
 berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala".

            Definisi di atas adalah untuk definisi bid’ah yang khusus ibadah dan tidak termasuk di dalamnya adat (tradisi).
              Adapun yang memasukkan adat (tradisi) dalam makna bid’ah, mereka mendefinisikan bahwa bid’ah adalah:

طَرِيْقَةٌ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا مَا يُقْصَدُ بِالطَّرِيْقَةِ الشَّرْعِيَّةِ

Suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalil, pen) dan menyerupai syari’at (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika melakukan (adat tersebut) adalah sebagaimana niat ketika menjalani syari’at (yaitu untuk mendekatkan diri pada Allah). (Al I’tishom, 1/26, Asy Syamilah)

Definisi yang tidak kalah bagusnya adalah dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah mengatakan:

وَالْبِدْعَةُ : مَا خَالَفَتْ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ أَوْ إجْمَاعَ سَلَفِ الْأُمَّةِ مِنْ الِاعْتِقَادَاتِ وَالْعِبَادَاتِ
“Bid’ah adalah i’tiqod (keyakinan) dan ibadah yang menyelishi Al Kitab dan As Sunnah atau ijma’ (kesepakatan) salaf.” (Majmu’ Al Fatawa, 18/346, Asy Syamilah)

             Ringkasnya pengertian bid’ah secara istilah adalah suatu hal yang baru dalam masalah agama setelah agama tersebut sempurna. (Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Al Fairuz Abadiy dalam Basho’iru Dzawit Tamyiz, 2/231, yang dinukil dari Ilmu Ushul Bida’, hal. 26, Dar Ar Royah)
Sebenarnya terjadi perselisihan dalam definisi bid’ah secara istilah. Ada yang memakai definisi bid’ah sebagai lawan dari sunnah (ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), sebagaimana yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Asy Syatibi, Ibnu Hajar Al Atsqolani, Ibnu Hajar Al Haitami, Ibnu Rojab Al Hambali dan Az Zarkasi. Sedangkan pendapat kedua mendefinisikan bid’ah secara umum, mencakup segala sesuatu yang diada-adakan setelah masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam baik yang terpuji dan tercela. Pendapat kedua ini dipilih oleh Imam Asy Syafi’i, Al ‘Izz bin Abdus Salam, Al Ghozali, Al Qorofi dan Ibnul Atsir. Pendapat yang lebih kuat dari dua kubu ini adalah pendapat pertama karena itulah yang mendekati kebenaran berdasarkan keumuman dalil yang melarang bid’ah. Dan penjelasan ini akan lebih diperjelas dalam penjelasan selanjutnya. (Lihat argumen masing-masing pihak dalam Al Bida’ Al Hawliyah, Abdullah At Tuwaijiri, www.islamspirit.com)
***
Disusun oleh : Muhammad Abduh Tuasikal, S.T.
Dimuroja’ah oleh : Ustadz Aris Munandar

فتاوى الحج للنساء Fatwa Manasik Haji Untuk Wanita

FATWA MANASIK HAJI UNTUK WANITA
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah
Daar Ibnu Khuzaimah

Segala puji milik Allah Tuhan sekalian alam. Sholawat dan salam semoga tercurahkan untuk penghulu para rasul, nabi kita Muhammad SAW. Inilah beberapa fatwa penting yang amat dibutuhkan oleh jamaah haji baik laki -laki maupun wanita yang hendak beribadah haji sesuai petunjuk agamanya. Dan kami telah mengumpulkan serta memilah fatwa-fatwa tersebut dari kumpulan fatwa Samaahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah dengan harapan akan merata manfaatnya dan akan menjadi rujukan/ panduan yang jelas bagi mereka yang tidak memungkinkan untuk memperdalam masalah hukum-hukum haji. Kami berdoa kepada Allah agar Dia membalas setiap orang yang membaca dan berpartisipasi dalam menyebarkan fatwa ini.

Wanita berihram dengan mengenakan busana muslimah biasa
Pertanyaan: Bolehkah bagi wanita untuk berihram dengan busana apapun yang ia kehendaki?

Jawab: Ya boleh, Ia boleh berihram dengan busana yang ia kehendaki, tidak ada pakaian khusus untuk ihram bagi wanita sebagaimana persangkaan sebagian orang awam. Akan tetapi yang lebih utama ia berihram dengan busana yang tidak mencolok dan tembus pandang, karena ia akan berkumpul dengan banyak orang. Maka seyogyanya pakaian ihromnya tidak tembus pandang dan mencolok tetapi yang biasa dan tidak mengundang fitnah. Seandainya ia berihram menggunakan pakaian yang mencolok maka ihramnya sah tetapi ia meninggalkan sesuatu yang lebih utama.
Adapun laki-laki yang lebih utama ialah berihram dengan dua lembar kain putih, terdiri dari sarung dan selendang. Dan jika ia berihram dengan pakaian selain warna putih maka tidak mengapa. Terdapat penjelasan dari Rasulullah SAW bahwasannya beliau memakai sorban berwarna hitam. Yang penting tidak mengapa orang laki-laki berihram dengan pakaian selain warna putih.

Wanita yang melepas pakaian ihram karena alasan haid setelah ia berniat ihram untuk umrah
Pertanyaan: Seorang wanita berihram untuk umrah lalu datang waktu haid, lalu ia menanggalkan pakaian ihramnya dan membatalkan umrahnya lalu pulang (ke negrinya), bagaimana hukumnya?

Jawab: Wanita tersebut tetap dalam keadaan ihram secara hukum, adapun ia menanggalkan pakaian ihramnya tidak mengeluarkannya dari keadaan ihram secara hukum. Dan wajib baginya untuk kembali ke Mekkah lalu menyempurnakan umrahnya dan tidak ada kaffarah (denda) baginya lantaran menanggalkan pakaian umrah serta kepulangannya ke negrinya jika perbuatannya tersebut dilakukan karena unsur ketidak tahuan. Akan tetapi jika ia telah bersuami lalu suaminya menyetubuhinya sebelum ia kembali (ke Mekkah) untuk menunaikan umrah maka hal itu akan merusakkan umrahnya. Walaupun demikian ia wajib menunaikan umrahnya tersebut, walaupun sudah rusak, lalu menggantinya dengan umrah yang lain dan bersamaan dengan itu ia terkena fidyah (tebusan) yaitu sepertujuh unta atau sepertujuh sapi atau seekor kambing yang berumur enam bulan atau satu tahun yang disembelih di Tanah Haram Mekkah lalu dibagikan kepada fakir miskin di Tanah Haram sebagai akibat rusaknya umrah karena bersetubuh. Dan bagi wanita diperbolehkan berihram dengan pakaian apapun yang ia kehendaki. Tidak ada pakaian khusus untuk berihram bagi wanita sebagaimana persangkaan orang awam, akan tetapi yang lebih utama hendaklah pakaian ihramnya tidak mencolok sehingga tidak mengundang fitnah. Wallahu a’lam.

Hukum melepas jalinan rambut wanita saat ia berihram

Petanyaan: Apakah melepas jalinan rambut atau memakai pacar di tangan atau kedua kakinya saat wanita berihram termasuk larangan ?

Jawab: Tidak mengapa dalam masalah ini. Melepas jalinan rambut tidak mengakibatkan resiko apa-apa dan tidak pula dianggap sengaja memotong rambut. Menguraikan jalinan rambut untuk dicuci atau sebab lain tidak mengapa. Yang dilarang adalah memotong rambut sebelum selesai (tahallul) dari ihramnya. Adapun melepas jalinan rambut atau membilas rambut dengan sesuatu atau menyemirnya dengan pacar dan yang semisalnya maka tidak memudharatkan. Tetapi jika ia mewarnai tangan dan kedua kakinya, hendaklah ia menutupnya dengan pakaian dari pandangan orang lain, karena (bila tidak) akan mengundang fitnah / (menarik pandangan lelaki yang bukan muhrimnya-pent).
- Seandainya ia mencampur pacar dengan sesuatu yang mirip minyak wangi (bagaimana)? Tidak boleh, minyak wangi tidak boleh, terlarang. Tetapi kalau pacar saja tanpa ada tambahan lain tidak mengapa asalkan tangan dan kaki tertutup saat thawaf, sa’i dan saat berada di tengah laki-laki.

  Hukum rambut kepala yang rontok

Pertanyaan: Apa yang seharusnya dilakukan wanita yang sedang berihram jika rambut kepalanya rontok tanpa kesengajaan ?

Jawab: Jika seseorang sedang berihram baik laki-laki maupun wanita lalu ada beberapa helai rambut yang rontok saat mengusap kepala baik sewaktu berwudhu maupun mandi maka hal tersebut tidak memudharatkannya. Begitu juga jenggot, kumis, atau kuku tidak mengapa asalkan tidak disengaja. Hanya saja yang dilarang jika sengaja memotongnya, adapun sesuatu yang lepas/jatuh dengan tanpa sengaja tidaklah mengapa karena ia adalah anggota tubuh yang tidak bernyawa yang mungkin lepas saat bergerak. Wallahu a’lam.

Petanyaan: Bolehkah wanita yang sedang haid membaca buku-buku doa pada hari Arafah mengingat padanya terdapat ayat-ayat Al Quran?

Jawab: Tidak ada halangan bagi wanita haid dan nifas membaca doa-oa yang tertulis saat menjalankan ibadah haji. Dan juga tidak mengapa  membaca Al Quran menurut pendapat yang benar, karena tidak terdapat nash yang benar dan tegas yang melarang wanita haid dan nifas untuk membaca Al Quran. Hanya saja terdapat (keterangan) secara khusus bagi orang yang junub untuk tidak membaca Al Quran dalam keadaan junub, berdasarkan hadits Ali radliyaallahu ‘anhu. Adapun wanita haid dan nifas maka terdapat hadits Ibnu Umar radliyaallahu ‘anhuma : Janganlah wanita haid dan nifas membaca sesuatu dari Al Quran. Akan tetapi hadits tersebut lemah karena dari riwayat Ismail bin ’Iyasy dari kaum Hijaz, padahal ia adalah rawi yang dlaif (lemah) jika meriwayatkan dari mereka. Akan tetapi wanita yang haid dan nifas boleh membaca dalam hati tanpa menyentuh mushaf Al Quran. Adapun orang yang sedang junub tidak diperbolehkan membaca Al Quran baik dalam hati maupun langsung dari mushaf sampai ia mandi. Perbedaan diantara keduanya adalah bahwa orang yang junub masanya singkat dimana kemungkinannya untuk mandi seketika setelah selesai bersetubuh dengan istrinya kapan ia mau ia bisa mandi. Dan jika tidak mungkin menggunakan air ia dapat bertayammum lalu shalat dan membaca (Al Quran).

          Adapun wanita yang haid dan nifas maka bukan kemauannya tetapi semata-mata adalah kehendak Allah Azza Wa Jalla, kapan ia suci dari haid atau nifasnya ia harus mandi. Haid membutuhkan waktu beberapa hari demikian juga nifas. Oleh karena itu dibolehkan bagi kedua golongan tersebut untuk membaca Al Quran agar tidak lupa dan tidak terlewatkan keutamaan membaca Al Quran. Juga dibolehkan untuk mempelajari hukum-hukum syariat dari kitab Allah terlebih lagi membaca buku-buku yang berisi doa-doa yang diambil dari hadits dan ayat Al Quran atau yang lainnya. Inilah yang benar dan merupakan pendapat yang paling benar dari dua perkataan  para ulama (semoga Allah merahmati mereka)  dalam masalah ini.

Hukum menggunakan tablet penunda haid

Pertanyaan: Apakah termasuk perkara yang dibolehkan bagi seorang wanita untuk menggunakan tablet penunda haid (siklus bulanan) sampai ia selesai menunaikan kewajiban haji? Dan adakah alternatif lain baginya?

Jawab: Tidak ada halangan bagi seorang wanita untuk menggunakan tablet penunda haid yang bisa menghalangi haid pada hari-hari bulan Ramadhan sehingga ia bisa berpuasa bersama kaum muslimin dan pada musim haji sehingga ia dapat thawaf bersama jamaah haji lain dan tidak tertinggal dari amalan-amalan haji. Dan jika ada selain tablet yang dapat mencegah haid maka tidak mengapa selama tidak dilarang oleh syariat dan tidak pula membahayakan.

Pertanyaan: Bagaimana wanita yang sedang haid shalat sunnah ihram dua rakaat? Dan bolehkah ia mengulang-ulang dzikir apa saja dalam hatinya ?

Jawab:
a.       Wanita yang sedang haid tidak boleh sholat sunnah ihram dua rakaat, ia bisa berihram dengan tanpa shalat. Dan dua rakaat ihram hukumnya sunnah menurut sebagian besar (jumhur) ulama, dan sebagian lagi tidak menyukainya karena tidak terdapat nash yang khusus dalam masalah ini. Jumhur ulama menganggapnya sebagai perkara sunnah berdasarkan keterangan dari Nabi Muhammad SAW............Allah Azza Wa Jalla: "Shalatlah Engkau di lembah (wadi) yang penuh berkah ini dan ucapkan عمرة في حجة" (Diriwayatkan oleh Bukhari di kitab Shahihnya), maksudnya di Waadi Al 'Aqiiq saat haji wada'. Dan terdapat keterangan dari shahabat bahwa beliau shalat lalu berihram, maka dari itu jumhur ulama menyukai jika niat ihram dilakukan setelah shalat baik shalat wajib maupun sunnah, berwudhu lalu shalat dua rakaat. Wanita yang sedang haid dan nifas tidak termasuk orang yang diwajibkan shalat, sehingga keduanya berihram tanpa diawali dengan shalat, dan juga tidak disyariatkan mengganti shalat dua rakaat tersebut.
b.      Dibolehkan bagi wanita yang haid untuk mengulang-ulang lafadh Al Quran menurut pendapat yang benar, baik di dalam hati dimana hal ini disepakati seluruh ulama. Hanya saja terdapat perbedaan pendapat apakah ia melafadhkannya atau tidak? Sebagian ulama mengharamkan hal tersebut serta menjadikan larangan membaca dan menyentuh Al Quran termasuk bagian dari hukum-hukum haid dan nifas. Dan pendapat yang benar adalah bolehnya membaca Al Quran di dalam hati tetapi bukan dari mushaf, karena tidak ada nash shahih yang melarang hal tersebut berbeda dengan orang yang sedang junub, dimana ia terlarang sehingga mandi atau bertayammum jika tidak mampu mandi sebagaimana penjelasan terdahulu.
Pertanyaan: Tidak sah lagi bahwa thawaf ifadlah merupakan rukun dari rukun-rukun haji. Jika wanita haid tidak mengerjakannya karena sempitnya waktu dan juga tidak ada waktu untuk menunggu masa suci maka bagaimana hukumnya?

Jawab: Wajib baginya dan walinya untuk menunggu sampai ia suci lalu bersuci dan melakukan Thawaf Ifadlah berdasarkan sabda nabi Muhammad SAW tatkala diberitahu bahwa Shafiyyah datang bulan.................Tatkala diberitahu bahwa ia sudah melakukan Thawaf Ifadlah beliau bersabda: Berangkatlah kalian semua. Tetapi jika tidak memungkinkan untuk menunggu dan mungkin baginya untuk kembali (ke Mekkah) untuk thawaf maka boleh baginya untuk pulang lalu kembali lagi setelah suci untuk melakukan thawaf. Dan jika tidak memungkinkan atau khawatir tidak bisa kembali seperti penduduk dari negeri-negeri yang jauh dari Mekkah al Mukarramah seperti penduduk Maghrib (Maroko), Indonesia dan yang semisal dengan itu maka dibolehkan baginya untuk thawaf dengan niat haji (sambil berhati-hati agar darah haid tidak mengalir) menurut pendapat yang shahih. Dan perbuatannya tersebut dianggap memadai menurut sebagian ulama diantaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, muridnya Al ’Allamah Ibnul Qayyim, semoga Allah merahmati keduanya dan para ulama yang lain.

Wanita yang haid saat thawaf ifadlah tetapi tetap diteruskan karena malu

Pertanyaan: Seorang wanita berangkat haji lalu tibalah masa haidnya sejak lima hari dari tanggal keberangkatannya. Setelah tiba di miqat ia mandi dan berniat ihram sementara ia belum suci dari haidnya. Ketika tiba di Makkah al Mukarramah ia tinggal di luar Masjidil Haram dan tidak melakukan sedikitpun dari amalan haji dan umrah. Ia tinggal di Mina selama dua hari kemudian suci lalu mandi dan mengerjakan seluruh rangkaian ibadah umrah dalam keadaan suci. Kemudian ia kembali mengeluarkan darah saat sedang thawaf ifadlah waktu haji, hanya saja ia merasa malu dan tetap menyempurnakan seluruh amalan haji. Ia tidak memberitahu walinya kecuali setelah tiba di negaranya, maka bagaimana hukumnya?

Jawab: Jika kenyataannya seperti yang disebutkan penanya maka bagi wanita tersebut harus kembali ke Mekkah lalu thawaf di Ka’bah tujuh putaran dengan niat thawaf haji sebagai pengganti dari thawafnya saat haid, lalu shalat dua rakaat setelah thawaf di belakang maqam Ibrahim atau di tempat lain dalam Masjidil Haram. Dengan demikian sempurnalah hajinya dan wajib baginya menyembelih dam di Mekkah dan dibagikan kepada orang-orang fakir di Mekkah, jika sudah menikah dan sudah bersetubuh dengan suaminya sepulang haji. Karena wanita yang sedang berihram tidak boleh bersetubuh dengan suaminya sebelum thawaf ifadlah, melempar jumrah aqabah saat hari raya Idul Adha dan memotong rambutnya. Dan ia juga wajib sa’i antara Shafa dan Marwa jika ia berhaji tamattu’ dan belum melakukan sa’i haji. Adapun jika ia berhaji qiran atau ifrad maka tidak wajib melakukan sa’i yang kedua jika ia telah melakukannya bersamaan thawaf qudum. Dan ia juga wajib bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas apa yang telah ia perbuat dengan melakukan thawaf saat haid, keluar dari Mekkah sebelum thawaf dan karena mengakhirkan thawaf ifadlah dalam jangka waktu yang lama. Kita memohon kepada Allah agar Ia menerima taubat wanita tersebut.

Wanita yang datang bulan sebelum Thawaf Ifadlah

Pertanyaan: Seorang wanita berhaji bersama suaminya, dan pada hari Arafah ia dikejutkan dengan datangnya haid. Dan seperti diketahui bahwa wanita yang haid dapat melakukan apa yang dilakukan oleh jamaah haji lain kecuali thawaf di ka’bah berdasarkan hadits Aisyah. Akan tetapi apakah ia tetap tinggal di Mekkah sampai thawaf ifadlah atau apa yang harus ia lakukan? Dan apa yang harus ia lakukan saat tinggal di Mekkah jika orang-orang yang bersamanya telah meninggalkan Mekkah?

Jawab: Yang wajib bagi wanita yang sedang haid atau nifas sebelum ia Thawaf Ifadlah adalah tetap tinggal di Mekkah sampai sempurna ibadah hajinya berdasarkan sabda nabi SAW tatkala diberitahu bahwa Shafiyyah sedang haid saat hari raya Idul Adha, beliau bertanya? : .....Para shahabat menjawab: Wahai Rasulallah, ia sudah melakukan thawaf ifadlah. Lalu beliau berkata: Berangkatlah kalian semua (Muttafaqun alaih). Akan tetapi para ulama menyebutkan bahwa jika seorang wanita tidak bisa menunggu sampai suci boleh baginya untuk pulang ke negerinya lalu balik lagi ke Mekkah untuk menyempurnakan hajinya berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: ”Bertakwalah kalian semua kepada Allah semampu kalian” dan sabda nabi SAW : ”Apa-apa yang telah aku larang untuk kalian semua maka jauhilah, dan apa-apa yang aku perintahkan kalian semua maka laksanakanlah sesuai kemampuan kalian” (Muttafaqun ’alaih).
Dan jika ia telah bersuami maka suaminya tidak boleh mendekatinya (menyetubuhinya) sampai ia kembali ke Mekkah dan menyempurnakan hajinya. Adapun thawaf wada’ maka ia gugur atas wanita yang haid dan nifas, berdasarkan hadits dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim) dari Ibnu Abbas radliyaallahu ‘anhuma beliau bersabda: Nabi memerintahkan agar akhir amalan (haji) mereka adalah dengan thawaf mengelilingi Ka'bah, hanya saja beliau meringankan bagi wanita yang sedang bulan".    Allah-lah Yang Memberi taufiq.

Wanita yang haid sebelum Thawaf Ifadlah

Pertanyaan: Jika seorang wanita haid sebelum thawaf ifadlah bagaimana hukumnya? Mengingat ia telah melaksanakan amalan-amalan haji lainnya sementara haidnya masih berlanjut sampai hari-hari Tasyriq?

Jawab: Jika seorang wanita haid atau nifas sebelum thawaf haji (ifadlah), maka yang tetap menjadi kewajibannya adalah thawaf  sampai ia suci. Apabila telah suci ia harus mandi lalu thawaf untuk hajinya walaupun beberapa hari setelah selesai haji, bahkan masuk bulan Muharram atau Shafar sekalipun. Tidak ada batasan waktu, tergantung kemudahan. Dan sebagian ulama berpandangan bahwasannya tidak boleh mengakhirkan thawaf sampai setelah Bulan Dzulhijjah, akan tetapi ini adalah pendapat yang tidak ada dalilnya, bahkan yang benar boleh mengakhirkannya. Akan tetapi bersegera untuk melakukannya jika mampu adalah lebih utama. Jika ia mengakhirkannya setelah Dzulhijjah maka dianggap cukup dan ia tidak terkena dam. Karena wanita haid dan nifas adalah termasuk orang yang memiliki udzur sehingga tidak ada halangan atas keduanya, karena tidak mungkin menghindar dalam masalah ini. Jika keduanya telah suci bisa melakukan thawaf baik di bulan Dzulhijjah maupun di bulan Muharram.

Mengumpuli istri setelah thawaf ifadlah

Pertanyaan: Apabila seorang jamaah haji selesai mengerjakan thawaf ifadlah apakah boleh baginya untuk berkumpul dengan istrinya selama hari-hari Tasyriq?

Jawab: Apabila seorang jamaah haji selesai mengerjakan thawaf ifadlah tidak halal baginya untuk mendatangi istrinya kecuali telah menyempurnakan amalan-amalan lainnya seperti melempar jumrah aqabah,mencukur atau memendekkan rambut. Dan ketika itu dihalalkan baginya wanita dan jika belum maka tidak boleh. Thawaf saja tidak cukup tetapi harus melempar jumrah aqabah pada hari Ied, demikian juga mencukur atau memendekkan rambut dan melakukan sa'i jika ia belum melakukannya. Dengan ini semua halal baginya untuk mencampuri istri, adapun tanpa ini semua tidak boleh. Tetapi jika ia telah melakukan dua dari tiga amalan haji seperti melempar jumrah dan mencukur atau memendekkan rambut maka dibolehkan baginya pakaian berjahit, wewangian dan yang semisalnya kecuali jima'. Demikian juga jika ia telah melempar lalu thawaf atau mencukur maka halal baginya wewangian, pakaian berjahit, binatang buruan, memotong kuku dan yang semisalnya, akan tetapi tidak halal baginya berjima dengan istri kecuali dengan berkumpulnya tiga perkara yaitu melempar jumrah aqabah, mencukur atau memendekkan rambut, thawaf ifadlah dan sa'i jika ia mempunyai kewajiban sa'i seperti orang yang berhaji tamattu'. Setelah ini semua barulah halal baginya (bersetubuh dengan) wanita. Wallahu a'lam.

Mewakilkan (orang lain) saat melempar jumrah

Pertanyaan: Apakah boleh mewakilkan orang yang sudah tua saat melempar jumrah karena alasan sakit atau yang semisalnya?

Jawab: Ya boleh mewakilkan orang yang sudah tua saat melempar jumrah karena alasan sakit, sudah tua atau masih terlalu kecil. Demikian pula bagi mereka yang khawatir atas keselamatan orang lain seperti wanita hamil dan yang memiliki anak kecil dimana ia tidak mendapati orang yang bisa menjaga anaknya sampai ia kembali dari melempar. Karena dikhawatirkan terjadi bahaya dan kecelakaan bagi kedua orang tersebut jika berdesakan dengan banyak orang saat melempar. Para ulama telah menentukan masalah ini dan mereka berargumentasi dengan hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Jabir radliyaallahu ‘anhu ia berkata: Kami berhaji bersama Rasulullah SAW dan ikut bersama kami wanita dan anak-anak. Maka kami pun bertalbiyah untuk anak-anak dan melempar jumrah untuk mereka. Termasuk juga argumentasi mereka dalam masalah ini adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala : "Bertakwalah kalian semua sesuai kemampuan kalian" dan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan " (Surat Al Baqarah:195) dan sabda nabi: "Jika aku memerintahkan kalian suatu perkara maka kerjakanlah sesuai kemampuan kalian" serta sabda beliau : "Tidak boleh memberikan mudharat dan tidak pula mendapatkan kemudharatan".

Hukum wanita mengenakan kaos kaki saat ihram

Pertanyaan: Aku mengenakan kaos kaki hitam yang menutupi kedua kakiku saat ihram dan akupun thawaf dengannya. Lalu ada yang mengatakan bahwa hal tersebut membatalkan ihram dan aku terkena dam. Aku mohon penjelasan kepada Anda Syaikh yang mulia tentang hukum mengenakan kaos kaki saat ihram, thawaf dan shalat? Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.

Jawab: Ini adalah perbuatan mulia yang perlu anda syukuri dikarenakan hal tersebut dapat menutup aurat serta menjauhkan dari sebab-sebab timbulnya fitnah. Dan yang mengatakan kepada anda bahwa anda terkena dam dalam masalah tersebut sesungguhnya telah salah dan berlebih-lebihan. Karena yang dilarang bagi wanita yang berihram adalah mengenakan kaos tangan saja. Adapun mengenakan kaos di kedua kaki bagi wanita maka tidak mengapa bahkan merupakan keharusan saat thawaf dan shalat. Dan tidak ada halangan untuk menutupi keduanya dengan pakaian yang lebar yang menutupi kedua kakinya pada saat thawaf dan shalat. Dan tidak disyaratkan kaos kakinya berwarna hitam boleh juga berwarna selain hitam dengan syarat menutup kedua kaki. Semoga Allah menganugerahkan taufiq kepada kita semua untuk mendapatkan kebenaran. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan.

Apabila seorang wanita nifas pada hari kedelapan Dzulhijjah lalu suci sepuluh hari kemudian

Pertanyaan: Wanita yang nifas apabila masa nifasnya dimulai dari hari tarwiyah (tanggal 8 Dzulhijjah) dan ia sudah menyempurnakan semua rukun haji kecuali thawaf dan sa’i, hanya saja ia memperkirakan akan suci terhitung sepuluh hari lagi, apakah ia bersuci lalu mandi dan menyelesaikan rukun haji yang belum (ia kerjakan) yaitu thawaf haji?

Jawab: Ya, jika ia nifas pada hari kedelapan misalnya maka ia harus berhaji lalu wukuf bersama jamaah haji lain di Arafah dan Muzdalifah. Dan ia juga harus melakukan apa yang dikerjakan jamaah haji lain seperti melempar jumrah, memotong rambut, menyembelih hadyu dan yang lainnya. Selanjutnya yang tersisa baginya hanyalah thawaf dan sa’i yang dapat ia tangguhkan sampai suci. Jika telah suci setelah sepuluh hari, lebih atau kurang, ia mandi lalu shalat, puasa, thawaf dan sa’i. Dan tidak ada batasan minimal untuk nifas, mungkin saja seorang wanita suci dalam masa sepuluh hari atau bisa kurang atau lebih dari itu, tetapi batas maksimalnya adalah empat puluh hari. Jika telah sempurna empat puluh hari sementara darah belum terhenti maka ia teranggap sudah suci. Ia harus mandi, sholat, puasa sementara darah yang masih tersisa menurut pendapat yang benar adalah darah rusak. Ia dapat shalat walaupun masih ada sisa darah, berpuasa dan halal bagi suaminya untuk menggaulinya, tetapi hendaknya ia berusaha untuk menahan darah dengan kapas atau yang semisalnya dan berwudlu setiap akan shalat serta tidak mengapa baginya untuk menjama’ shalat dhuhur dan ashar, maghrib dan isya sebagaimana nabi SAW telah berwasiat kepada Hamnah binti Jahsy tentang hal itu.


Hukum wanita yang sedang haid berihram untuk umrah

Pertanyaan: Seorang wanita bertanya sambil bercerita: Ia pernah terkena udzur yaitu haid, sementara keluarga mengajaknya pergi umrah, jika tidak ikut ia akan sendirian di rumah. Lalu ia pun pergi umrah bersama mereka. Ia menyempurnakan semua syarat umrah seperi thawaf, sa’i seakan-akan ia tidak dalam keadaan haid. Hal itu karena tidak mengerti dan rasa malu untuk memberitahu walinya tentang masalah itu terlebih lagi ia seorang yang buta huruf tidak mengenal baca tulis. Apa yang wajib baginya?

Jawab: Jika ia berihram untuk umrah bersama keluarga maka wajib baginya untuk mengulang thawaf setelah mandi dan mengulang potong rambut. Adapun sa’i dianggap mencukupi menurut pendapat yang paling benar dari dua pendapat ulama. Dan jika ia mengulang sa’i setelah thawaf tentu lebih baik dan lebih berhati-hati. Dan ia harus bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena thawaf, sa’i dan shalat sunah thawaf dua rakaat dilakukan dalam keadaan haid.
Jika ia telah bersuami tidak halal bagi suaminya untuk menggaulinya sampai ia menyempurnakan umrahnya. Dan jika suami sudah terlanjur menggaulinya sebelum ia menyempurnakan umrahnya maka ia terkena dam yaitu seekor kambing berumur enam bulan atau satu tahun yang disembelih di Mekkah untuk orang-orang fakir. Selain itu ia juga wajib menyempurnakan umrahnya sebagaimana yang telah kami sebutkan baru saja. Ia juga harus mengerjakan umrah yang lain dari miqat dimana ia berihram saat umrah pertama sebagai pengganti umrahnya yang telah rusak. Jika saat ia thawaf dan sa’i bersama keluarga tersebut karena sungkan dan malu sedang ia tidak berihram untuk umrah dari miqat, maka tidak ada kewajiban baginya kecuali bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena umrah dan haji tidak sah tanpa ihram, sedang ihram sendiri adalah berniat umrah atau haji atau keduanya sekaligus.

TERIMAKASIH.....JANGAN BOSAN-BOSAN YACH SOBAT TENGOK BLOGKU, SEMOGA BERMANFAAT BAGI KITA SEMUA